Jakarta - Rektor Moestopo angkat bicara soal Gugatan Hukum yang terjadi di Yayasan UPDM saat dihubungi awak media 28 Oktober 2023 di Jakarta.
Paiman menjelaskan bahwa polemik Yayasan UPDM diawali adanya pelaporan dugaan penyalahgunaan wewenang, penggelapan dan TPPU ke Polda Metro Jaya oleh salah satu ahli waris Alm. Mayjen TNI Purn. Prof Dr. Moestopo yang bernama Lukas Kusdarmanto yang merupakan cucu dari Alm. Prof.Dr.Moestopo dan pelaporan Sdr. Sarifudin Pane yang merupakan salah satu anggota Pengawas Yayasan UPDM
Atas pelaporan tersebut, berujung pada pemberhentian 5 orang pengurus organ Yayasan Periode 2022-2027 yang justru membuat suasana menjadi kisruh dan panas. Pasalnya para pengurus yang diberhentikan tersebut saat ini melaporkan tindak pidana yang dilakukan Ketua Pembina H. Hermanto ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Para mantan pengurus organ yayasan periode 2022-2027 yang diberhentikan tersebut menilai bahwa pergantian organ yayasan dilakukan secara terang-terangan melanggar aturan Hukum, semena-mena, tidak profesional dan tidak sesuai dengan UU Yayasan No.16 tahun 2001 junto UU No.28 tahun 2004, serta diduga adanya upaya menghilangkan barang bukti atas kasus Hukum yang sedang berjalan di Polda Metro Jaya.
Paiman lebih lanjut menegaskan, bahwa kekisruhan ini diawali adanya praktek tata kelola yayasan yang melanggar ketentuan Hukum, dimana Ketua Pembina menjalankan tugasnya yang tidak sesuai fungsinya sebagai Ketua Pembina, dimana beliau mengurusi secara teknis operasional yayasan seperti melakukan penanda tanganan soecimen bank secara sepihak/sendiri, mengalihkan rek RSGM ke rekening pribadi, dan di luar rekening BNI yakni BRI, Mandiri, BTN, Mayapada yang semuanya ditandatangani sendiri soecimen bank atas keluarnya uang, serta melakukan pengangkatan karyawan, dosen melalui SK ketua pembina yang seharusnya berdasarkan ketentuan UU yang berlaku bahwa kewenangan tersebut berada di ranah Ketua Pengurus.
Di samping itu Ketua Pembina juga menggunakan uang yayasan semau-maunya untuk kepentingan pribadi di luar gaji yang diterimanya (sebesar Rp.73 jt), juga menggunakan uang yayasan untuk kepentingan pribadi seperti : uang operasional setiap bulan sebesar 200 jt, pembayaran kartu kredit sebesar 75 jt setiap bulannya, kegiatan bulu tangkis sebesar 50 jt setiap bulannya, kegiatan rutin ke bandung & akomodasi setiap minggu sebesar 39 jt, sumbangan rutin ke 2 (dua) pondok pesantren yg masing masing 13 jt (26 jt ) setiap bulannya, dan masih banyak kebutuhan lainnya yang semuanya di biaya dari uang yayasan.
Padahal berdasarkan UU Yayasan bahwa Pembina yayasan tidak dibenarkan menerima gaji l karena yayasan adalah milik publik dan bukan milik orang perorang.
Jadi sebenarnya, adanya Gugatan Hukum yang bergulir saat ini karena banyaknya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Ketua Penbina H.Hermanto JM yang saat ini menempatkan dirinya sebagai Ketua Pengurus dan Ketua Pembina digantikan oleh anak kandungnya yang bernama Alya Putri yang dinilai oleh publik tidak cakap untuk mengemban tugas sebagai Ketua Pembina.
Atas kasus Hukum yang semakin komplek, Paiman khawatir Moestopo akan kena sanksi penutupan ijin operasional dari kemendikbud riset dan teknologi serta diambil alih oleh Pemerintah. Oleh karena itu Paiman berharap agar semua pihak berfikir jernih, mengedepankan
kepentingan orang banyak dari pada kepentingan individu atau kepentingan golongan, sangat disayangkan jika Moestopo ditutup atau diambil alih oleh Pemerintah.
Mengakhiri perbincangannya Paiman berharap agar H.Hermanto JM menyadari akan kesalahannya dan kembali bersatu dengan ahli waris lainnya untuk mengelola yayasan dan universitas Moestopo secara baik dan benar, karena gugatan hukum ini berlangsung sejak tahun 2014 dan terus berlanjut yang tidak ada penyelesaiannya sampai sekarang, tegas Paiman menutup perbincangannya.(red)